Dugaan Guru SDN 1 Citeras Lakukan Pungli, Ombudsman RI : "Dilarang memungut iuran, titik, tidak ada alasan apapun" -->

Translate

RESOLUSITV

RESOLUSITV
AKURAT DAN TERPECAYA

ENTRI YANG DI UNGGULKAN

Terungkap di Persidangan, Adanya Dugaan Kecurangan pada Seleksi Perangkat Desa di Kabupaten Labuhanbatu

Resolusitv.com | Labuhanbatu Pembuktian dugaan adanya permainan oleh salah seorang pejabat daerah dan jajarannya, pada seleksi perangkat des...

Dugaan Guru SDN 1 Citeras Lakukan Pungli, Ombudsman RI : "Dilarang memungut iuran, titik, tidak ada alasan apapun"

RESOLUSITV
Rabu, Juni 16, 2021




Lebak- Resolusitv.com


Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten Dedy Irsan saat ditanya wartawan terkait pungutan liar yang diduga dilakukan oleh kepala sekolah SDN 1 Citeras kepada murid kelas 6 sebesar 120 ribu dengan dalih untuk biaya sampul raport dan perpisahan akhirnya angkat bicara. Dedy menegaskan, seluruh pungutan dan sumbangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2012. Dalam Pasal 9 Ayat 1 menyebutkan, satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan / atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.


“Apapun bentuknya, satuan pendidikan dasar di bawah pemerintah dilarang memungut iuran, titik, tidak ada alasan apapun,” katanya saat dihubungi AktualBanten.com melalui sambungan telepon, Rabu 16 Juni 2021.


Dedi juga menyebut, selama ini banyak aduan terkait modus yang dilakukan sekolah mulai dari dalih untuk mengganti seragam, buku hingga pelampiran surat kesediaan orang tua berdasarkan kesepakatan komite sekolah.


Modus semacam itu, kata Dedi, dianggap kepala sekolah sebagai surat sakti untuk melegalkan praktik pungutan kepada wali murid.


Padahal dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 12 huruf (a) menyebut, Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah.


“Nah ini yang kadang-kadang sering disalahpahami, salah kaprah semuanya. Saya bicara saja terus terang, seringnya malah terjadi penyiasatan (oleh sekolah),” katanya. 


Untuk itu, masalah kebutuhan seragam dan lain-lain, kata dia, sebaiknya diserahkan kepada wali murid. Wali murid difasilitasi untuk bermusyawarah dengan komite sekolah dan segala keputusan tidak pula menjadi kewajiban yang memberatkan.


“Jadi kalau sifatnya wajib dan ada jangka waktunya itu konteksnya pungutan, jadi harus dikembalikan, dan diproses kepala sekolahnya secara hukum,” ujarnya.

Meski demikian, ada sejumlah sekolah yang merasa keberatan untuk mengembalikan pungutan karena terlanjur mengambil kain dari rekanan dan dipotong sesuai ukuran murid. Dedy pun menyebut jika aturan bersifat rigid dan tidak ada toleransi.

Kalau bilang terlanjur ada rekanan, lho kalau ada rekanan berarti dia (sekolah) pengadaan dong, siapa yang menyuruh ada pengadaan? Ini (Permendikbud) penting,” ujarnya.

Untuk itu, Dedy berpesan kepada wali murid untuk melapor jika tidak ada itikat baik dari sekolah untuk mengembalikan pungutan. Sebab dia khawatir budaya pungutan ini akan terus terjadi jika wali murid selalu bersikap maklum.

“Sebaiknya disampaikan dulu ke satuan pendidikan langsung. Kalau dirasa masih susah bisa mengirimkan laporan melalui instansi terkait yakni dinas pendidikan dan inspektorat, dan kalau misal belum merasa terselesaikan bisa melaporkan ke Ombudsman,” terangnya.


Sementara itu koordinator pengawas SD Kecamatan Rangkasbitung h Aceng mengatakan dirinya tidak tau menahu persoalan ini, tetapi ia sudah mengingatkan kepada guru kelas tersebut bahwa apa yang dilakukannya sudah diluar kapasitas dan wewenangnya.


“saya sudah ingatkan kepada bu Rita bahwa apa yang dilakukannya itu salah dan meyalahi prosedur, tapi ya itu kembali lagi kepada dirinya karena saya selaku pengawas sudah mengingatkan,” pungkasnya.


(Red)