Seperti Maskur contohnya Warga Desa Braja saka kecamatan Way jepara,tampa Rasa bersalah menikahkan anaknya FI (17 tahun) yang masih kelas 2 SMK YPI Way Jepara,dengan anak Laki – Laki yang masih Kelas 2 Di SMK Budi utomo way Jepara.Akibatnya keduanya harus berhenti sekolah dan hanya dinikahkan secara Siri dan dirayakan di rumah Maskur dengan meriah.
Saat dikonfirmasi Maskur mengakui pernikahan siri Anaknya dengan warga Sumber Marga,ini dilakukan karena ada jaminan dari 2 kepala desa,yaitu Kades Sumber Marga dan Sumur Bandung kecamatan Way Jepara kabupaten Lampung timur,menurutnya dirinya males Ribet mengurus Dispensasi untuk pernikahan Anaknya,dan yakin tidak akan ada masalah karena ada jaminan dari Dua kepala Desa tersebut,menurutnya jika ada masalah terkait pernikahan putrinya itu tanggung jawab Keduanya.
Sayangnya Awak media Gagal bertemu Kedua Kepala Desa tersebut karena didatangi kerumahnya Keduanya tidak ada ditempat.dan dihubungi via handphone pun tidak tersambung.Sedangkan pihak Orang tua anak laki laki yang masih anak anak juga menolak dikonfirmasi dengan alasan ga bisa menjelaskan,awak media pun diminta menghubungi Seorang anggota Polres Lampung Timur bernama Angga.karena menurutnya Angga inilah yan bisa menjelaskan Aturan Hukum terkait pernikahan anak dibawah umur.
Menilik pendapat pakar hukum yang dikutip dari Hukum Online “Terdapat sedikitnya empat alasan mempidanakan pihak-pihak yang terlibat pernikahan anak, karena secara nyata dianggap telah melanggar ketentuan pasal 26, 81 dan 88 UU nomor 23 tahun 2002 yang disempurnakan menjadi UU Nomor 35 tahun 2015 tentang perlindungan anak dan Pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 UU nomor 11/2008 yang telah disempurnakan dengan UU nomor 35/2015 tentang informasi dan transaksi elektronik, juga pasal 7 UU nomor 1 tahun 1074 tentang perkawinan dan Pasal 279 KUHP.
Pertama, pihak orang tua dianggap melanggar ketentuan pasal 26 ayat (1) yang menyatakan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : (c) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
Kedua, pihak laki-laki yang menikahi anak-anak dapat disangkakan melanggar pasal 81 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300 juta dan paling sedikit Rp 60 juta. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Ketiga, pihak orang tua dan laki-laki yang menikahi serta pihak yang membantu terlaksananya pernikahan seperti penghulu liar atau wedding organizer, dapat disangkakan melanggar ketentuan pasal 88 yang menyatakan setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling banyak 200 juta rupiah.
Keempat, pihak widding organizer yang mempromosikan pernikahan anak melalui media IT dapat dianggap melanggar Pasal 27 (1) jo pasal 45 UU 11/2008 yang telah disempurnakan dengan UU nomor 35/2015 tentang informasi dan transaksi elektronik, yang menyebutkan barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan /atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, yang apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi akan terancam hukuman pidana selama 6 tahun atau denda paling banyak 1 milyar sebagaimana ketentuan Pasal 45 ayat (1).”
Jadi jika benar apa yang disampaikan kedua pihak tentang Sikap Dua kepala Desa yang justru menjaminkan dirinya dan jabatannya dan oknum Anggota polisi yang memback up perbuatan melawan hukum ini sangat disayangkan.
TERKAIT PERNIKAHAN ANAK DIBAWAH UMUR YANG TERJADI.
Ketua Advokasi Kelompok Rentan anak dan perempuan (AKRAP) Lampung, Edi Arsadad menyayangkan sikap dua kepala Desa yang turut serta membantu pernikahan anak di bawah umur tersebut," Apabila benar perkawinan anak dibawah umur itu di inisiasi oleh kepala Desa, sangat disayangkan sekali. Harusnya mereka tahu bahwa tidak boleh terjadi perkawinan anak di bawah umur" Ujar Edi.
Edi melanjutkan, sudah semestinya pernikahan anak dicegah sebab bila itu terjadi, maka hak anak meliputi hak pendidikan maupun hak memperoleh kesehatan yang baik juga terganggu karena organ reproduksinya belum matang namun dipaksa untuk hamil.
Dampaknya anak akan berhenti sekolah, kemiskinan yang berulang, stunting, serta mengganggu tumbuh kembang anak. Bagaimana kemudian seorang anak harus mengasuh anak, " ungkapnya
Ditambahkan oleh Edi, Secara fisik dan psikologis, usia anak bukanlah usia yang tepat untuk menikah. Pernikahan menjadi upaya untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal, bila pernikahan itu terjadi karena pemaksaan, maka tujuan itu sirna.
Kalau kemudian perkawinan dipaksakan dan yang menjalani tidak siap maka dampak jangka panjangnya adalah ketidakbahagiaan dalam keluarga dan efek dominonya adalah kesejahteraan anak terganggu," pungkasnya.
Regarding the news about the marriage of minors that occurred in the Way Jepara District,
Head of Advocacy for Vulnerable Children and Women (AKRAP) Lampung, Edi Arsadad, regretted the attitude of the two village heads who participated in helping the underage marriage,
"If it is true that the marriage of minors was initiated by the village head, it is very unfortunate. They should know that marriage of minors should not occur," said Edi.
Edi continued, child marriages should have been prevented because if that happened, the child's rights including the right to education and the right to good health were also disrupted because their reproductive organs were immature but were forced to become pregnant.
"The impact is that children will stop going to school, recurrent poverty, stunting, and disrupt children's growth and development. How then should a child take care of a child," he said
Added by Edi, Physically and psychologically, children's age is not the right age for marriage. Marriage is an effort to form a happy and eternal family, if the marriage occurs because of coercion, that purpose disappears.
"If then the marriage is forced and those who undergo it are not ready, the long-term impact is unhappiness in the family and the dominant effect is that the welfare of the child is disturbed," he concluded.
(tim).